Sabtu, 07 Juni 2008

Konflik Perubahan dan Pengembangan Organisasi


oleh : Ayu Diana Sari (F1B006071)

Organisasi mengalami perubahan karena organisasi selalu menghadapi berbagai macam tuntutan kebutuhan. Tuntutan itu timbul sebagai akibat pengaruh lingkungan (eksternal dan internal) organisasi yang selalu berubah.
Untuk menghadapi faktor penyebab perubahan tersebut, organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan pengadakan berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan itu tentunya ke arah pengembangan organisasi yang lebih baik. Tujuan perubahan organisasi adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi berbagai faktor yang menyebabkan perubahan organisasi sehingga organisasi mampu bertahan dan berkembang, mengadakan penyesuaian-penyesuaian seperlunya sehubungan dengan perubahan-perubahan tersebut, untuk mengendalikan, khususnya dalam mengendalikan suasana kerja, sehingga anggota organisasi tidak terpengaruhi atas perubahan-perubahan yang sedang berlangsung dan meningkatkan peran organisasi dalam menghadapi perubahan-perubahan yang sedang tejadi atau berlangsung.

Berbicara mengenai perubahan yang direncanakan dalam organisasi berarti menyangkut pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi berhubungan dengan suatu strategi, sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisasi sesuai dengan rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang berubah yang dihadapi oleh organisasi modern dan yang berupaya untuk menyesuaikan diri (mengadaptasi) dengan lingkungan mereka. Teknik-teknik dalam melakukan pengembangan organisasi meliputi latihan labolatorium, latihan manager, grid, feedback survei, pembentukan tim, konsultasi proses, pengembangan karir, desain pekerjaan, manajeman ketegangan dan lain-lain.

Melakukan perubahan ke arah pengembangan organisasi ini, tidak luput dari timbulnya berbagai problem-problem yang justru dapat membahayakan kelangsungan organisasi. Problem pengembangan juga merupakan salah satu problem pelik yang harus dipecahkan oleh para manajer, karena bukan saja organisasi-organisasi perlu dikembangkan, tetapi pula manusia di dalam organisasi tersebut perlu pula diikut sertakan dalam pengembangan organisasi, dalam rangka usaha menghadapi pihak saingan dan tuntutan lingkungan. Salah satu masalah penting yang dapat terjadi dalam perubahan dan pengembangan organisasi adalah konflik. Problem konflik itu tidak dapat dihindari dalam organisasi, dengan kata lain konflik pasti terjadi dalam organisasi karena konflik bersifat alamiah.

Pada umumnya orang beranggapan bahwa konflik itu selalu menimbulkan dampak negative, menunjukan isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam organisasi atau menunjukan kegagalan manajer mengelola organisasi. Namun sesuai dengan adanya perkembangan ilmu perilaku, pandangan-pandangan itu mulai bergeser. Ternyata ada konflik-konflik tertentu dalam organisasi yang jika dikelola dengan baik, dapat membawa perubahan dan pengembangan bagi organisasi dan organisasi tanpa konflik juga akan menghambat perubahan kearah pengembangan organisasi. Yang menjadi pertanyaan kita ialah konflik yang bagaiamana yang dapat membawa perubahan dalam organisasi? bagaimana pengelolaan konflik sehingga dapat mencapai perubahan ke arah pengembangan organisasi.

Konflik perubahan dan pengembangan organisasi saling berkaitan satu sama lain. Adanya konflik menuntut adanya perubahan dan pengembangan. Perubahan dan pengembangan tidak dapat dilepaskan dari aneka macam konflik. Untuk itu, manajer sangat berperan dalam memanajemenkan konflik yang terjadi dalam organisasi kearah perubahan yang direncanakan.
Untuk memanajemenkan konflik dalam organisasi, setiap manajer harus memahami apa itu konflik dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi, dan meyalurkannya ke arah perkembangan yang positif. Di samping itu faktor-faktor yang mengharuskan adanya perubahan maupun pengembangan organisasi, perlu pula diketahui dan dipahami oleh setiap manajer kontemporer, karena perubahan maupun pengembangan merupakan suatu bagian yang inheren dari siklus kelangsungan setiap organisasi. Mempelajari manajemen konflik- perubahan – pengembangan, mengharuskan kita untuk juga memahami aspek-aspek psikologi, dan aspek-aspek sosiologis, di samping aspek-aspek ekonomi yang berkaitan dengannya.

Konflik dalam organisasi bisa bersifat subsantif seperti perbedaan pendapat, tujuan, alokasi sumberdaya tetapi juga konflik bersifat emosional. Konflik-konflik tersebut dapat menimbulkan konflik deskruktif, yang menimbulkan keruguan bagi individu-individu organisasi yang terlibat di dalamnya dan konflik konstruktif, yang justru menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi individu-individu yang terlibat di dalamnya.

Ada tiga faktor yang menentukan hasil akhir konflik tertentu akan menjadi konflik disfungsional atau konflik desktuktif ataukah akan menjadi konflik fungsional yang menguntungkan atau tidak bagi organisasi, yaitu intensitas konflik tersebut, struktur organisasi dan kultur, dan bagaimana konflik tersebut dimanajemenkan.

Terdapat tingkat fungsional konflik tinggi, dinama hasil pekerjaan adalah maksimal. Apabila tingkat konflik terlampau banyak atau tinggi dapat mengacaukan organisasi yang bersangkutan dan orang-orang di dalamnya dan disrupsi yang membahayakan kemungkinan-kemungkinan organisasi tersebut untuk bertahan. Demikian pula dengan tingkat konflik yang terlalu rendah, maka organisasi dapat berubah terlampau lamban untuk menghadapi tuntutan baru yang dihadapi dan kelangsungan hidupnya terancam.

Untuk mengopimalkan konflik maka perlu manajemen konflik yang baik. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mamahami situasi konflik. Tipe situasi konflik dapat berupa konflik dalam individu sendiri, konflik antar pribadi/individu, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi. Kemudian mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada baik itu perbedaan-perbedaan tentang fakta, metode, tujuan dan nilai-nilai. Disamping itu kita juga harus memahami tahap-tahap perkembangan konflik. Apakah konflik tersebut hanya dibayangkan, konflik yang dirasakan atau konflik yang memanifestasikan diri, kemudian bisa memasuki tahap pemecahan masalah dan mengasumsi suatu kemenangan, kekalahan atau kompromis.

Namun untuk mengasumsi itu dan melakukan pemecahan masalah, maupun secara umum untuk memajemenkan konflik ke arah pengembangan organisasi tidaklah mudah. Tergantung pada keperibadian orang-orang yang berkonflik dan ciri-ciri hubungan antar perorangan. Yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah apakah yang menyebabkan orang-orang yang terlibat konflik, mengapa orang berperilaku demikian. Hal ini berarti kita telah mempersoalkan aspek motivasi manusia, mengapa orang berperilaku, hal-hal apa saja yang mendorong atau menggerakan orang berperilaku dengan cara tertentu. Motivasi umumnya didorong oleh adanya keinginan-keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sehingga dapat dikatakan bahwa setiap perilaku mempunyai tujuan.

Perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku mempunyai tujuan dan dan dapat dimotivasi. Untuk itu, yang dimaksud dengan perilaku yang dimotivasi yaitu perilaku yang bersifat ”mengatur diri sendiri”, bukan perilaku ”heliotropis” atau perilaku ”refleks-refleks”. Pemahaman manajer terhadap teori-teori motivasi yang mendasari seseorang berperilaku akan sangat bermanfaat dalam memahami perilaku individu maupun memahami bagaimana memotivasi bahawahanya. Teori-teori motivasi yang dimaksud antara lain; teori homeostatis yang dikemukan oleh Freud, teori disonasi kognitif, teori hierakhi kebutuhan, teori kepuasan kerja dan teori-teori tentang motivasi kerja. Sebagai manajer, hal yang bersifat amat fundamental bagi suksesnya setiap rencana guna memotivasi para bawahan adalah tingkat sampai dimana motivator-motivator yang ditujukan memenuhi kebutuhan para bawahan individual untuk siapa motivator-motivator tersebut di rancang.

Untuk manajemen konflik secara efektif, selain dituntut untuk memahami perilaku individu, manajer juga perlu memahami tentang perilaku antar perorangan. Mengingat bahwa manajemen konflik ke arah perubahan dan pengembangan organisasi juga dideterminasi oleh perilaku atau ciri-ciri hubungan antar perorangan. Ciri hubungan perorangan dapat di lukiskan sehubungan dengan adanya kerjasama, konflik, penyesuaian dan reaksi. Manusia mempunyai ciri tipikal yang dinamakan mekanisme psikologis, dengan apa mereka berhubungan dengan lingkungan mereka. Mekanisme ini dapat berfungsi sebagai filter melalui apa seseorang melihat dan memahami kejadian yang timbul dan juga mendeterminasi cara-cara orang berperilaku. Mekanisme psikologis itu antara lain sublimasi, upaya yang meningkat, identifikasi, kompensasi, interpretasi kembali, mengkompromi, melarikan diri dalam aktivitas, resionalisasi, menarik perhatian, pembentukkan reaksi, melarikan diri ke alam fantasi, proyeksi, penarikan diri, represi dan regresi.

Setelah memahami tentang perilaku individu dan hubungan antara perorangan maka dapat dipastikan manajer akan lebih mudah untuk memecahkan masalah konflik yang terjadi dalam organisasi ke arah perubahan dan pengembangan organisasi. Untuk itu, buku ini juga berisikan tentang bentuk-bentuk konflik dalam organisasi, konflik antara garis dan staf, bentuk-bentuk konflik manajemen dengan para karyawan, pendekatan-pendekatan terhadap hubungan antara pihak manajemen dengan staf, bagaimana meminimasi konflik dalam hal bernegosiasi serta bagaimana memanajemenkan konflik dalam organisasi. Ada tiga macam bentuk manajemen konflik yaitu 1) menstimulasi konflik pada unit-unit atau organisasi-organisasi yang hasil pekerjaan mereka tertinggal, dibandingkan dengan standar disebabkan oleh karena tingkat konflik yang terjadi terlalu rendah. 2) mengurangi dan menekankan konflik sewaktu tingkat konflik tersebut terlampau tinggi atau tidak produktif. 3) menyelesaikan konflik (Metode dominasi atau supresi; memaksa, membujuk,menghindari dan keinginan mayoritas, dan metode kompromis dan metode pemecahan problem integratif).

Apabila konflik fungsional telah dimanajemen dengan baik, maka untuk pengembangan organisasi hal tersebut memungkinkan organisasi bersangkutan untuk mencapai cara-cara baru yang lebih baik dan kreatif untuk melaksanakan pekerjaannya. Untuk itu pembahasan berikutnya berisiskan tentang bagaimana memajemankan kreatifitas organisasi. Kreativitas juga memungkinkan organisasi yang bersangkutan untuk mengantisipasi perubahan. Hal tersebut menjadi makin penting sewaktu teknologi-teknologi baru, produk-produk baru dan metode-metode kerja baru menyebabkan hal-hal yang lama menjadi usang. Dalam rangka upaya merangsang manajeman kreativitas, maka manager harus memahami proses kreatif. Kreativitas dapat dirangsang pada seorang individu atau sebuah kelompok dengan jalan menciptakan suatu iklim organisasi yang merangsang penggunaan maksimal dari bakat-bakat atau kemampuan yang ada. Kreativitas dapat dicapai dengan apa yang dinamakan ”hot-water thought sessions. setelah ide-ide diciptakan, kemudian mereka dievaluasi dalam suasana rasional “realitas” yang kadang-kadang dinamakan orang ”cold-water thought sessions. Disini penilaian dinilai untuk mengetahui apakah ide-ide tersebut bersifat praktikal, ekonomikal atau layak pakai. Tempat, arti dan penggunaan kreativitas dalam organisasi-organisasi jelas: sesuatu organisasi bekerja sebaik-baiknya apabila terdapat imbangan tepat antara pemikiran analitik dan pemikiran kreatif. Dengan demikian manajeman kreativitas berarti juga kita melakukan pengembangan organisasi.

disadur dari : http://afia-tahoba.blogspot.com/2007/07/konflik-perubahan-dan-pengembangan.html

Tidak ada komentar: