Jumat, 06 Juni 2008

Change or Die

OLEH : YUNI PRASETYO (F1B006069)

Lingkungan bisnis akan terus berubah, cepat atau lambat. Perusahaan pun harus adaptif dan antisipatif terhadap perubahan jika ingin bertahan dan memenangkan persaingan. Tentu akan lebih baik bila perubahan yang dilakukan perusahaan Anda menyebabkan perubahan besar di pasar dan kompetensi.

Kita telah sering mendengar ungkapan bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan akan selalu terjadi dalam setiap kehidupan umat manusia, termasuk dalam organisasi. Futurolog Dr. Alvin Toffler dalam bukunya The Adaptive Corporation mengatakan: "Change is not merely necessary for life, it is life". Sejatinya, perubahan adalah hidup itu sendiri. Pemahaman ini menegaskan kepada kita bahwa tidak seorang pun yang resisten terhadap perubahan. Begitu pula organisasi. Ia akan menua, kehilangan relevansi, dan akhirnya mati bila tidak terus diremajakan.

Pakar manajemen dari Harvard Business School Rosabeth Moss Kanter, penulis buku The World Class: Thriving Locally in the Global Economy, mengingatkan perlunya perusahaan untuk adaptif terhadap perubahan. Perusahaan tidak bisa menolak perubahan, namun tidak boleh jatuh dalam revolusi yang pada akhirnya menyakitkan. Perusahaan tidak bisa menghindarkan diri dari perubahan, tak peduli seberapa besar ukuran, sumberdaya, atau keunggulan yang dimiliki pada saat itu.

A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting, menegaskan betapa perubahan harus terus dilakukan oleh perusahaan besar yang memimpin di pasar; terlebih bagi perusahaan yang tidak bertumbuh, mengalami kerugian, ataupun kehilangan pangsa pasar. "Yang penting arah perubahan yang diinginkan benar-benar sudah tepat," tegasnya.

Begitu banyak organisasi bisnis raksasa yang mati karena tidak bisa membuat perubahan pada waktu yang tepat. Nama nama besar pada jamannya seperti Sears Roebuck, Zenith, Ames, Westinghouse, McDonel Douglas, dan Burroughs kini tinggal kenangan. Sepeninggal sang pendiri, perusahaan - perusahaan tersebut gamang menghadapi perubahan dan ditelan oleh persaingan. "Kebanyakan perusahaan justru melakukan perubahan setelah kondisinya sulit," ungkap Dr. Renald Kasali, pakar manajemen dari UI penulis buku Change.

Dalam dunia bisnis, perubahan terjadi hampir setiap saat karena lingkungan bisnis jauh lebih dinamis dibandingkan lingkungan organisasi lainnya. Perubahan tersebut didorong oleh berbagai hal, seperti tuntutan konsumen dan kompetisi, regulasi teknologi, pergerakan pasar, strategi baru, kehadiran manajemen baru, kondisi makro ekonomi-politik, dan sebagainya. Meningkatnya dinamika bisnis menyebabkan tekanan terhadap perubahan perusahaan juga meningkat. Repotnya, sebagian besar penyebab perubahan berasal dari lingkungan eksternal, dan oleh karena itu tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh perusahaan. Salah satu contoh adalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia 1997/1998.

"Perusahaan hanya bisa mengontrol sebatas lingkungan internal," tukas Budi Setiadharma, CEO PT. Astra International Tbk. Ia menilai, krisis ekonomi sebagai perubahan yang relatif terjadi dalam waktu cepat dan tiba-tiba. "Kalau kami tidak melakukan perubahan dengan cepat, pasti perusahaan menanggung beban yang berat," tambahnya.

Perubahan terjadi dalam berbagai bentuk dan cakupan�- kecil, menengah, dan besar. Perubahan bisa saja hanya terjadi pada level individu, bisa pula di level organisasi, namun bisa pula dalam konteks keseluruhan dari perusahaan. Hal terakhir bisa terjadi karena perusahaan merubah fokus dan strategi bisnis sehingga mengharuskan pula mengubah sistem nilai, budaya perusahaan, kompetensi karyawan, sistem penilaian kinerja, dan seterusnya.

Telkom, menurut Change Managerent Manager Telkom Divre II Jakarta, Puguh Harianto, melakukan perubahan terhadap 4 komponen sebagai ruang lingkup perubahan: sumber daya manusia (SDM) / organisasi, budaya korporasi, proses bisnis, dan teknologi informasi. SDM / organisasi yang lincah dan fleksibel diperlukan untuk menghadapi perubahan maupun dalam melakukan perubahan itu sendiri. Budaya perusahaan yang kuat dapat melindungi perusahaan dari terpaan perubahan lingkungan, tidak mudah goyah. Kalaupun terjadi perubahan, hal itu dilakukan dengan cara yang mantap. Proses bisnis sangat diperlukan agar perubahan yang dilakukan masih tetap dalam koridor arah perusahaan. Sementara keberadaan teknologi informasi mutlak diperlukan bagi perusahaan yang ingin tetap eksis di tengah-tengah lingkungan yang cepat berubah.

Membangun Kultur Perubahan

Banyak perusahaan yang mencoba beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Tetapi, di era yang serba instant saat ini, tindakan seperti itu dianggap tidak lagi memadai. Tindakan beradaptasi lebih tepat ditujukan bagi perusahaan yang terlambat merespons perubahan dan dipaksa untuk melakukan penyesuaian. Yang dibutuhkan adalah menjadikan perubahan sebagai bagian integrasi dari sistem manajemen perusahaan. Dengan demikian, sistem menggerakkan seluruh jajaran untuk terus melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Tidak hanya itu, perusahaan mampu menentukan perubahan yang berdampak luas terhadap lingkungan bisnis. Inilah yang dilakukan Grup Astra dengan memacu upaya peningkatan dan inovasi di setiap perusahaan atau unit bisnis setiap saat.

Semangat perubahan itu memang banyak diinspirasikan oleh filosofi kaizen (continous improvement) yang telah diterapkan Astra sejak awal 80-an. Semangat tersebut dikembangkan lebih lanjut dengan menerapkan Astra Management System tahun 2001 dalam upaya Astra menjadi excellent company. Semenjak itu, manajemen Astra terus mengembangkan budaya dan semangat strive for excellence. Berkat semangat tersebut, di antaranya, waktu untuk penyelesaian satu sepeda motor Honda kini menjadi 16 detik dibandingkan prestasi sebelumnya 60 detik.

Hasil yang lebih besar terlihat dengan keberhasilan Astra mencatat prestasi fenomenal dalam beberapa tahun terakhir: sukses meluncurkan mobil Xenia dan Avanza di segmen pasar yang sama sekali baru, meraih banyak penghargaan nasional dan internasional di berbagai bidang, dan lebih penting lagi mencapai rekor penjualan serta laba bersih pada tahun 2004. Pinjaman Astra per 31 Maret 2005 seluruhnya lunas terbayar, padahal tahun 2000 total pinjaman Astra mencapai rekor Rp 17,8 triliun.

"Manajemen perubahan bukanlah sesuatu yangterjadi dalam waktu tertentu saja. la harus merupakan proses yang berkesinambungan," ungkap SA Santoso, konsultan Mercer Recource Consulting. Perubahan diperlukan untuk menghindari perusahaan dari kebekuan. Mengapa? "Karena perusahaan ibarat air yang diupayakan terus mengalir, sehingga setiap organisasi atau perusahaan selalu berusaha dalam kondisi cair."

Dalam istilah Alpin Ginting, Senior Management Consultant OTI Organisasi Transformasi Lintas Internasional, perubahan bukanlah sebuah program. Sebab, kalau seperti itu, perubahan hanya bersifat sesaat yang suatu saat akan berhenti. Padahal, menurut Alpin, perubahan adalah bagian dari manajemen organisasi sehingga harus terus mengalir. "Karena pasar yang dipengaruhi banyak faktor senantiasa berubah," katanya.

Pentingnya perubahan seharusnya membuat perusahaan menjadikan perubahan sebagai nilai utamanya. Menurut Alpin, pemahaman ini mengandung arti, perubahan tidak pernah memberikan hasil terbaik, tetapi senantiasa untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Kalau dikatakan sebagai hasil terbaik, lanjutnya, setelah itu tidak ada kegiatan perbaikan lagi.

PT Federal International Finance (FIF), anak perusahaan Astra yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor, adalah satu dari sedikit perusahaan di Indone-sia yang menjadikan Change sebagai salah satu karakter perusahaan. "Seluruh karyawan perusahaan harus mencintai perubahan, jangan resisten terhadap perubahan," ungkap Ida P. Lunardi, Presiden Direktur FIF. Perusahaan memiliki karakter 5 C, yaitu Creative, Courageous, Change, Commitment, dan Care.

Strategi Perubahan

Banyak alat bantu (tools) manajemen yang bisa dipakai untuk memacu perubahan dalam perusahaan, seperti 7S Mc Kinsey, BCG Matrix, Benchmarking, Brain-storming, Business Process Reengineering, Six Sigma, GE-McKinsey Matrix, Porter Five Forces, Statistical Process Control, SWOT Analysis, PEST Analysis, Value Chain Analysis, dan sebagainya. Perusahaan bisa memakai satu atau lebih alat bantu tersebut dalam menentukan arah dan proses perubahan.

Faktor kritikal perubahan menyangkut manusia. Kegagalan melakukan perubahan lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia ketimbang faktor teknis. Perubahan harus dikelola secara baik karena kegagalan melakukan perubahan menimbulkan dampak besar bagi perusahaan dan karyawan.

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh perusahaan agar setiap karyawan menerima perubahan. Perusahaan spesialis perubahan Prosci membagi perubahan dalam 3 fase (fase persiapan perubahan, fase mengelola perubahan, dan fase mendayagunakan perubahan). Fase persiapan perubahan mencakup penetapan strategi manajemen perubahan, memper-siapkan tim manajemen perubahan, dan mengembangkan model sponsor. Faktor sponsor perubahan ini sangat penting, karena merekalah motor dan agen perubahan dalam perusahaan.

Dalam fase mengelola perubahan, perusahaan mengembangkan rencana manajemen perubahan dan mengimplementasikan rencana perubahan. Sedangkan fase mendayagunakan perubahan meliputi langkah untuk mengumpulkan dan menganalisis masukan, mendiagnosa gap dan mengelola orang / kelompok yang resisten, dan mengadakan langkah koreksi dan merayakan keberhasilan dalam melakukan perubahan.

"Perubahan membutuhkan dukugan penuh dari manajemen puncak," ujar Daisy M.E. Suhari, Kepala Divisi Pengelolaan SDM PT Infomedia Nusantara. Hal ini berdasarkan pengalaman Daisy di Infomedia. Sejak akhir 2003, Infomedia memutuskan untuk melakukan transformasi bisnis dan organisasi sejalan dengan strategi perusahaan untuk mengembangkan 2 pilar bisnis baru (Contact Center dan Content Provider),di samping pilar bisnis lama Buku Petunjuk Telepon (dulu Yellow Pages). Dari sisi sumber daya manusia, Infomedia mengubah sistem manajemennya menjadi Competency Based Human Resources Management (CBHRM). "Tanpa dukungan penuh manajemen puncak, perubahan sulit terlaksana," ujarnya serius.

Almarhum Sam Walton, pendiri raksasa ritel Wal-Mart, bisa menjadi contoh eksekutif puncak yang begitu komit dan terlibat terhadap perubahan Walton dikenal sebagai eksekutif yang mementingkan perubahan, eksperimen, dan peningkatan secara konstan. Ia tidak hanya asal omong, tetapi membangun mekanisme organisasi yang kongkrit : untuk mendorong perubahan dan peningkatan. Menggunakan konsep "A Store Within a Store", Walton memberi manajer departemen otoritas dan kebebasan untuk menjalankan departemennya selayaknya usaha sendiri. Ia membuat insentif tunai dan pengakuan publik terhadap associates yang berkontribusi terhadap penghematan biaya dan / atau ide peningkatan layanan yang bisa dikembangkan di toko lain. Hingga kini Wal-Mart terus berjaya dan menjadikan keempat anaknya sebagai orang-orang terkaya Amerika (lihat rubrik Wacana, red).

Kecuali itu, menurut Human Capital Director PT Excelcomiodo Pratama Joris de Fretes, faktor komunikasi memainkan peran penting untuk keberhasilan sebuah perubahan. Perusahaan bisa menggunakan berbagai media internal (papan pengumuman, website, majalah internal, dan video conference) ataupun forum khusus untuk mengkomunikasikan perubahan tersebut. Untuk mempercepat proses perubahan, perusahaan juga harus menetapkan Agen Perubahan (Change Agent)�- orang-orang yang akan menjadi motor perubahan di lingkungannya.
Pada akhirnya, seperti ditulis Thomas J. Peters dan Robert Waterman Jr. dalam bukunya yang terkenal In Search of Excelence, hanya perusahaan yang ekselenlah yang akan menang dalam persaingan.

Disadur dari : http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/1id238.html

Tidak ada komentar: